Sasaran akhir puasa Ramadhan adalah la’allakum tasykurun, artinya supaya kamu bersyukur (QS.2, al Baqarah: 185).
Tidak sempurna kehidupan bermasyarakat bila kegembiraan rasa syukur ini
tidak di iringi dengan peduli kepada orang sekeliling, terutama kepada
yang belum bernasib baik, fuqarak wal masakin.
Pembuktiannya
adalah dengan mengeluarkan zakat fithrah bagi meringankan beban derita
kaum tak berpunya. Satu bimbingan Islam dalam merasakan suatu
kegembiraan secara bersama (ijtima’i).
1. Zakat Fithrah, kewajibannya fardhu’ain bagi setiap Muslim. Apabila dia telah memasuki bulan Ramadhan dan memasuki Idul Fithri. Tidak peduli, apakah dirinya sudah akil baligh ataupun belum, berbadan besar ataupun kecil, berkeadaan sanggup ataupun tidak. Seyogyanya dihari itu tidak ada yang mengatakan tidak sanggup.
2. Zakat fithrah dikeluarkan oleh seorang Muslim untuk orang yang menghajatkan. Berfungsi sebagai pembersih diri. Dan juga untuk membersihkan cacat puasa seperti berbicara tidak baik, cabul dan sebagainya. Sesuai bimbingan Islam, “faradha Rasulullah SAW zakatal fithri thuhratan lis-shaa-imi minal-laghwi war-rafatsi wa thu’matan lil-masaakin” (HR, Abu Daud dari Ibnu Abbas).
3. Hikmah dibayarkan zakat Fithrah, antara lain,
· zakat khusus bertalian dengan idul fithri dan Ramadhan,
· untuk memenuhi kebutuhan orang miskin,
· memberikan kegembiraan dan menghapuskan kepahitan hidup, disaat semua orang merasakan gembira berhari raya Idul Fithri,
· saling jamin menjamin dan kasih saying sesama mukmin,
· taqarrub ilaa Allah, dan pembuktian kepatuhan kepada Rasulullah SAW.
· menghapuskan keburukan dengan mengerjakan kebaikan, sesuai Sabda Rasul SAW “wat-ba’is-sayyiatal-hasanata tamhuhaa”(HR.Ahmad dan Tirmidzi).
Tata Cara pembayaran zakat fithrah
1. Dibayar sebelum shalat Idul Fithri. Bila dibayar sesudah Idul Fithri, nilainya sama dengan sedekah biasa.
2. Boleh dibayar sejak awal Ramadhan, tidak boleh ditangguhkan
pembahagiannya sampai selesai shalat ‘Ied, kecuali dalam keadaan
darurat, dimana didaerah itu tidak ada orang miskin sama sekali.
3. Lebih utama dibagikan kepada orang yang membutuhkan secara merata.
4. Boleh
dibagikan kepada salah seorang dari fakir miskin melebihi jumlah yang
yang diterima lainnya karena dilihat dari kebutuhan atau hubungan
kekerabatan.
5. Bila
dibagikan oleh amil, amillah yang berhak menentukan yang paling tepat
menerima. Dalam hal ini amil mesti tahu siapa yang paling berhak
menerima,
6. Sebaiknya
dengan makanan yang kita makan. Boleh dihitung dengan nilai uang
seharga makanan yang dikeluarkan (3 sha’, atau 2,5 kg = sepuluh tekong
beras). Langkah yang lebih baik berihtiyat (hati-hati) dengan memperhatikan kebutuhan di saat itu.
7. Boleh dibayarkan kepada,
a. fuqarak wal masakin. Yaitu orang penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dihari itu.
b. Boleh juga kepada badan sosial yang memikul beban berat
umpama dalam mengurus beban menanggung anak yatim, mashlahat umum
menyangkut kesejahteraan sosial (pengentasan kemiskinan umat). Tidak terbatas jumlah boleh menerimanya. Sesuai bimbingan Rasulullah SAW; “aghnuhum ‘anis-suaal fii hadzal yauma, artinya kayakanlah mereka (orang-orang tak berpunya) itu dari masalah minta-meminta pada hari lebaran ini
c. Boleh juga kepada orang yang baru masuk Islam (muallaf) yang seringkali kehilangan sumber pekerjaan setelah menyatakan masuk Islam dan dikucilkan oleh keluarganya yang bukan Muslim..
Karena itu, zakat fithrah bila tidak dibayar, puasanya tergantung antara bumi dan langit (al Hadist). Hakikatnya, “zakat
fithrah menjadi pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang
tercela dan dari dosa, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin” (HR.Abu Daud).
Perintah agama sangat tegas.
Kayakan mereka orang fakir miskin yang tidak sanggup itu, pada hari lebaran idul fithri ini. Bebaskan mereka dari bertawaf, berkeliling meminta-minta dihari besar yang mulai ini. Inti ajaran Islam bermaksud supaya satu sama lain saling ringan meringankan. Berat sepikul ringan sejinjing.
Dihari
lebaran Idul Fithri terbuka pintu pendapatan insidentil dari setiap
orang fuqarak dan masakin. Jangan mereka dihina dan dihardik.
Semestinya setiap orang yang berpunya merasa malu dihadapan Allah, bila
dikelilingnya berserak orang-orang miskin. Secara alamiah kondisi menjamurnya kemiskinan adalah penggambaran nyata dari kondisi kekayaan orang berada yang tidak banyak bermanfaat dalam mengurangi jumlah orang miskin dikelilingnya.
Setiap
diri yang berpunya, semestinya sanggup menyalahkan diri sendiri apabila
banyak orang miskin disekililingnya. Mungkin sekali sebahagiannya
disebabkan karena yang kaya kurang peduli, dan enggan berzakat secara
terarah. Atau karena haknya dirampas dengan prilaku tak terpuji,
seperti korupsi, manipulasi, dan sebagainya.
Pada sehari lebaran Idul Fithri diperintahkan mengeluarkan zakat fithrah untuk tu’matan lil masakin, atau memberi makan orang miskin.
Selanjutnya, orang miskin yang dikayakan dihari itu mampu membantu diri
dan keluarganya, mampu pula melaksanakan ajaran agamanya secara teguh
dan bertanggung jawab.
Zakat
fithrah tidak dimaksudkan penumpukan modal oleh lembaga keuangan tetapi
bisa menjadi sumber modal langsung bagi simiskin yang telah menerimanya
tanpa ikatan suatu akad perjanjian.
Yang
diperlukan adalah kesadaran tinggi dari fuqarak wal masakin itu, agar
disamping keperluan konsumptif lebaran, maka dapat dijadikan modal
milik sendiri yang akan dikembangkan sebagai penupang peningkatan
ekonomi keluarga. Dengan kekayaan yang diterima oleh fakir dan miskin,
mereka bisa berbelanja hari raya. Bisa membeli makanan dan minuman.
Bisa membesarkan hari besar jamuan Allah. Mereka bisa pula membayarkan
zakat fithrahnya sendiri. Dan pada hari Idul Fithri ini, semestinya
secara ideal, tidak ada lagi orang fakir dan miskin, walaupun hanya
dalam bilangan sehari.
Pada hari lebaran itu, tidak
ada lagi orang yang menganggap bahwa dirinya berada diatas, dan orang
lain yang tidak berpunya (fuqarak wal masakin) menjadi orang dibawah, atau golongan have not any, dan tidak diperhitungkan.
Bila
dihari sebelum lebaran yang bisa berzakat hanya si kaya, pada Idul
Fithri, yang miskin dan faqir juga ikut berzakat, dari pendapatan zakat
yang mereka terima. Satu gambaran masyarakat berkekuatan ampuh, atau khaira ummah itu. Mudah-mudahan.